Quantcast
Channel: Noura Books
Viewing all 500 articles
Browse latest View live

Tom Hanks: Dari Aktor Hollywood Jadi Penulis Cerita Fiksi

$
0
0

Nama Tom Hanks sama sekali tidak asing bagi para pecinta film. Tak hanya dikenal melalui aktingnya dalam film-film peraih penghargaan seperti Forrest Gump, Big, dan Cast Away, suaranya juga dikenal lewat perannya sebagai pengisi suara Sheriff Woody di film Toy Story yang digemari banyak orang. Belakangan ini, Tom Hanks juga kerap menghebohkan jagat twitter lewat cuitan kelakarnya dengan para penggemar.

Meskipun sudah seterkenal itu, Tom Hanks ternyata masih punya satu hal lagi untuk ditambahkan ke dalam daftar talentanya: menulis cerita fiksi. Tahun lalu, kumpulan cerpen pertamanya yang berjudul Uncommon Type, diterbitkan oleh Penguin Random House. Kumpulan cerpen yang terdiri dari 17 cerita pendek itu mengisahkan tema yang beragam, dari kisah imigran asal Eropa Timur yang tiba di kota New York hingga kisah seorang wanita yang mulai menata hidupnya setelah bercerai.

Sumber foto: guidelive.com

Selama ini banyak orang yang penasaran mengapa aktor sekelas Tom Hanks tiba-tiba berpikir untuk menulis cerita fiksi, padahal sebenarnya dunia tulis-menulis bukanlah suatu hal yang baru. Ini dia.

Terinspirasi dari Nora Ephron
Keinginannya untuk menulis rupanya terinspirasi dari Nora Ephron, seorang penulis dan penggiat film asal Amerika yang menggarap film komedi romantis Tom Hanks di tahun 1993. Saat itu Nora selalu memberinya peralatan untuk menulis, kemudian mengatakan, “Yah, kau yang menulisnya. Aku tidak menulisnya, aku hanya protes saat latihan.”

Bukan Pecinta Puisi
Sebelum menulis Uncommon Type, Tom Hanks pernah menulis sebuah cerpen berjudul Alan Bean Plus Four yang diterbitkan di The New Yorker pada tahun 2014. Untuk menulis cerpen itu, dia mengaku telah membaca dua volume yang berisi tulisan-tulisan terbaik di The New Yorker secara menyeluruh, kecuali bagian puisi.

Penggemar Non-Fiksi
Tom Hanks ternyata gemar membaca karya-karya non-fiksi, terutama karya Bill Bryson —penulis asal Amerika yang kerap menerbitkan buku tentang traveling, bahasa Inggris, sains, dan berbagai topik non-fiksi lainnya. Menurutnya, kalaupun Bill menulis tentang garpu atau cerobong, Tom pasti akan membacanya.

Baca Juga: 15 Quotes Gokil Donald Trump

Buku Pertama yang Ingin Ditulis
Saat diminta menyebutkan judul buku yang ingin ditulisnya—jika dia punya bakat yang cukup untuk menulisnya, Tom Hanks menjawab dengan “A World Lit Only by Fire” karya William Manchester, sebuah buku menarik yang mengajarkan banyak hal tentang eksistensi umat manusia.

Sumber foto: Trip Advisor

Punya Perpustakaan Favorit
Perpustakaan favorit Tom Hanks adalah Perpustakaan Umum New York. Menurutnya, ada sebuah ruang baca di perpustakaan itu yang begitu indah sampai-sampai bisa duduk di sana tanpa membaca pun sudah cukup baginya.

Mulai Menulis Lewat Judul
Untuk menulis cerpen, Tom Hanks biasanya mengawalinya dengan penentuan judul. Dia akan mencari pilihan judul yang agak puitis, lalu mulai menulis berdasarkan judul yang telah dipilihnya.

Baca Juga:

Pernah Berbohong tentang Moby Dick
Salah satu pernyataan mengejutkan dari Tom Hanks adalah fakta bahwa dulu dia pernah mengaku sudah pernah membaca Moby Dick, padahal sebenarnya dia baru baca kisah paus itu setelah melewati usianya yang ke-50.

Sumber foto: writerscentre.com.au

Kolektor Lebih dari 150 Mesin Tik
Tom Hanks adalah seorang maniak mesin tik. Hingga kini, dia mengaku sudah mengoleksi lebih dari 150 mesin tik! Meskipun tidak menulis Uncommon Type dengan mesin tik, kesukaannya akan mesin tik tetap muncul dalam cerita-cerita pendeknya.

Kira-kira, berapa kali ‘mesin tik’ muncul di antara ketujuh belas cerita pendek dalam Uncommon Type? Nantikan versi terjemahannya yang akan diterbitkan Noura, bulan depan ya! [Rfd/sumber: Time]

The post Tom Hanks: Dari Aktor Hollywood Jadi Penulis Cerita Fiksi appeared first on Noura Books.


Philip Reeve: Penulis Mortal Engines yang Sempat Kehilangan Minat Menulis Cerita Fantasi & Sains Fiksi

$
0
0

Philip Reeve adalah penulis kelahiran Brighton, Inggris, yang novel pertamanya, Mortal Engines, telah meraih banyak penghargaan, dari Smarties Gold Award hingga The Blue Peter’s Book of The Year. Reeve juga menulis tiga sekuel untuk Mortal Engines, yaitu Predator’s Gold, Infernal Devices, dan A Darkling Plain—yang memenangkan The Guardian Children’s Fiction Prize dan The Los Angeles Times Book Award. Disadur dari situs The English Association – University of Leicester, berikut adalah wawancara singkat dengan Philip Reeve.

Sumber foto: mortalenginesmovie.com

Apa yang pertama muncul saat Anda menulis: plot, karakter, atau situasi?
Biasanya aku memulai tulisan dengan membayangkan sesuatu, misalnya gambaran London yang ‘bergerak’ (Mortal Engines) atau anak perempuan di danau (Here Lies Arthur). Kemudian barulah aku mulai berpikir tentang cerita yang cocok, lalu plot dan karakternya akan berkembang seiring berjalannya proses menulis.

Saat mulai menulis, apakah sudah menentukan akhir cerita?
Biasanya aku sudah punya sedikit gambaran tentang akhir cerita, tapi aku tidak pernah benar-benar merencanakan bagaimana alurnya untuk sampai ke sana. Yang menarik justru saat mencari tahu hal-hal yang terjadi di sepanjang alur cerita, tak jarang akhir ceritanya malah jadi ikut berubah.

Apakah terbiasa membuat karakter berdasarkan kenalan di dunia nyata?
Tidak juga. Kadang aku ambil aspek tertentu dari sifat dan penampilan seseorang atau dari salah satu tokoh sejarah, tapi tidak sering.

Baca Juga:

Apa yang menarik dari kisah fantasi?
Meskipun dulu sempat suka kisah fantasi dan sains fiksi, sebenarnya ketika dewasa aku mulai kehilangan minat dan tidak pernah baca genre semacam itu untuk sekian lama. Tapi entah kenapa, setiap cerita yang aku tulis ternyata malah bergenre fantasi atau sains fiksi. Sepertinya, aku menikmati kebebasan untuk membuat dunia rekaanku sendiri.

Pada tahap apa komputer mulai Anda gunakan dalam proses menulis?
Biasanya aku buat draft pertama dengan pensil, lalu aku ketik di komputer sambil mengubah beberapa hal sampai akhirnya jadi satu buku yang utuh. Aku suka menyunting, memindahkan susunan bab, menyingkirkan karakter atau sub-plot tertentu, mengubah nama tokoh, dan kegiatan-kegiatan lain yang mudah dilakukan dengan komputer.

Punya jadwal harian?
Aku usahakan untuk menulis setiap hari, biasanya mulai jam 9 pagi setelah anakku berangkat sekolah. Kadang aku bekerja sampai jam 5 sore tapi kadang aku juga melakukan hal lain, jadi aku tidak punya jadwal pasti dan tidak tahu berapa kata yang kutulis per hari.

Apa tempat favorit Anda untuk menulis?
Aku punya kantor kecil di kamar belakang rumah. Itu ruangan favoritku, tapi aku juga bisa menulis di mana saja, seperti di kereta, kafe, hotel, bahkan di taman.

Tips saat writer’s block?
Biasanya aku jalan-jalan ke bukit dekat rumah, atau kalau benar-benar tidak bisa menulis apapun, aku akan melakukan kegiatan lain supaya dapat ide baru untuk kembali menulis.

Baca Juga:

Menurut Anda, seberapa pentingkah sebuah ilustrasi?
Belakangan ini sudah lama tidak membuat ilustrasi, tapi dulu ilustrasi adalah hal yang penting buatku karena itulah pekerjaanku selama bertahun-tahun.

Dari karya-karya Anda, seberapa banyak yang diubah oleh editor?
Kurasa tidak ada yang pernah memintaku mengubah cerita. Editorku biasanya hanya menunjukkan bagian mana yang tidak cocok atau harus diperjelas, dan tentu saja, memberi tahu kesalahan pengejaan.

Kalau tidak jadi penulis, mau jadi apa?
Sepertinya aku kembali ke ranah ilustrasi, karena tidak ada hal lain yang bisa aku lakukan.

Buku favorit semasa kecil?
Karena aku suka baca, buku favoritku biasanya sering berganti. Namun ada satu buku yang ada di urutan teratas selama beberapa tahun, yaitu The Lord of The Rings (novel Mortal Engines diadaptasi menjadi film oleh Peter Jackson, sutradara dan produser The Lord of the Rings, ed.)

Saran untuk calon penulis/ilustrator lain?
Kalau suka menggambar/menulis, menggambarlah/menulislah setiap hari—meskipun hanya sepuluh menit. Seperti kalau kalian ingin pandai bermain musik atau jago dalam olahraga tertentu: kalian harus berlatih. Tapi kalau memang ingin menulis (atau menggambar), kalian pasti sudah melakukannya setiap hari ya! [Rfd]

The post Philip Reeve: Penulis Mortal Engines yang Sempat Kehilangan Minat Menulis Cerita Fantasi & Sains Fiksi appeared first on Noura Books.

5 Alasan Kenapa Mortal Engines Termasuk Film Akhir Tahun yang Wajib Kamu Tonton!

$
0
0

Awal Desember ini, film garapan Peter Jackson dan Christian Rivers yang berjudul “Mortal Engines” akan tayang di layar lebar. Mengingat proses pembuatannya yang memakan waktu hampir satu dekade, Mortal Engines termasuk salah satu film yang wajib kamu tonton di akhir tahun 2018 ini lho!

1. Adaptasi dari Novel Best-Seller karya Philip Reeve
Film ini diadaptasi dari novel karya Philip Reeve yang terbit pertama kali pada tahun 2001. Setahun setelah diterbitkan, novel ini langsung memenangkan Gold Award dalam Nestlé Smarties Book Prize dan termasuk dalam nominasi Whitbread Award. Selain itu Mortal Engines juga meraih Book of the Year dalam The Blue Peter Book Award (2003), School Library Journal’s Best Books (2003), ALA Notable Children’s Books (2004), YALSA Best Books for Young Adults (2004), dan berbagai penghargaan lainnya. Mortal Engines juga telah mendapat banyak pujian, bahkan hingga kini konsisten mendapat rating di atas 3.9 dari 5 bintang di Goodreads!

Sumber foto: imdb.com

2. Dunia Bernuansa Steampunk
Dengan latar 1.700 tahun dari sekarang, peristiwa dalam film Mortal Engines terjadi pada masa di mana kota-kota ‘bergerak’ memburu satu sama lain untuk memperebutkan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk bertahan hidup. Berfokus pada London—sebuah kota traksi yang cukup dominan di antara kota lain sejenisnya, film ini digadang-gadang akan penuh dengan adu kecanggihan teknologi antara kota-kota traksi dan pihak anti-traksi.

Baca Juga:

3. Setting dan Visualisasi yang Luar Biasa
Selama kurang lebih tiga bulan di Selandia Baru, tim produksi film Mortal Engines telah membangun sebanyak hampir 70 set untuk syuting dengan melibatkan sekitar 3.900 pemeran figuran (tiga kali lipat lebih banyak dari pemeran figuran untuk film The Hobbit!). Proses pembuatan set terbesar, yang berlokasi di Katedral St. Paul, konon memakan waktu selama tujuh minggu.

Sumber foto: imdb.com
Mortal-engines-peter-jackson-independent-ie
Sumber foto: independent.ie

4. Proyek Kesayangan Sutradara The Lord of The Rings
Setelah terkesima oleh novelnya, Peter Jackson ingin menggarap adaptasi film ini sejak tahun 2008 lalu. Namun karena sibuk dengan trilogi The Hobbit, Peter Jackson dengan berat hati memilih mundur dari posisinya sebagai sutradara dan memutuskan untuk memposisikan dirinya sebagai produser saja. Sutradara The Lord of The Rings ini kemudian menyerahkan hak sutradara film ini kepada Christian Rivers, salah satu rekan kepercayaannya.

5. Gabungan dari Berbagai Film Favorit
Saat Christian Rivers mengambil alih film Mortal Engines, ia sudah punya visi yang jelas. Menurut Rivers, yang sudah memenangkan Best Visual Effects Oscar untuk film King Kong, film Mortal Engines ini bisa dibilang merupakan gabungan dari Star Wars, Mad Max, dan Harry Potter. [Rfd/sumber: todayonline]

The post 5 Alasan Kenapa Mortal Engines Termasuk Film Akhir Tahun yang Wajib Kamu Tonton! appeared first on Noura Books.

Tom Hanks, si Maniak Mesin Tik

$
0
0

Di era digital ini kebanyakan orang memang lebih suka mengirim pesan secara digital melalui email dan chat, namun masih ada lho yang menyukai pesan dalam bentuk tercetak. Salah satunya adalah Tom Hanks. Aktor yang sudah meraih beberapa penghargaan ini ternyata masih punya sentimen terhadap suara berisik yang dihasilkan oleh mesin tik!

Tom Hanks, si Maniak Mesin Tik

Koleksi Pertama
Mesin tik pertama milik Tom Hanks adalah sebuah mesin tik Olivetti yang diberikan oleh salah satu temannya. Setelah menggunakan mesin tik itu selama kurang lebih satu setengah tahun, dia bermaksud untuk membawa mesin tik itu ke reparasi. Namun tukang reparasinya menolak untuk memperbaiki, karena mesin tik itu hanyalah ‘mainan tak berharga’. Pria itu kemudian menunjuk ke rak di belakangnya yang penuh dengan mesin tik dari besi, sambil menjelaskan ciri mesin tik yang bagus kepada Tom Hanks. Dari pria itu, Tom Hanks pun membeli mesin tik Hermes 2000 dan setelahnya pun mulai berburu mesin tik lain. Malahan kadang-kadang beberapa mesin tik ‘muncul’ begitu saja, misalnya mesin tik Smith Corona Silent 1934 yang dikirim pada Tom Hanks dengan selembar surat yang meminta kehadirannya sebagai tamu di acara radio milik si pengirim.

Sumber foto: lifelineenergy.org

Jumlah Mesin Tik
Tom Hanks mengaku telah mengoleksi lebih dari 250 mesin tik, dan 90 persennya masih dalam kondisi prima. Saking banyaknya, Tom Hanks pernah berkelakar bahwa dia ingin membagikan koleksinya karena tidak mau dikubur bersama mesin tik. Selain karena (sepertinya) tidak ada pemakaman yang dapat menampung lebih dari 140 mesin tik, dia juga tidak mau merepotkan anak-anaknya. Kalau ajalnya sudah tiba, dia tidak mau anak-anaknya pusing memikirkan koleksi mesin tik milik ayahnya.

California Typewriter
Ketertarikan Tom Hanks terhadap mesin tik rupanya sudah bukan rahasia lagi. Sebuah film dokumenter “California Typewriter” yang membahas sejarah mesin tik ternyata juga menampilkan wawancara mendalam dengan para kolektor mesin tik, seperti John Mayer, David McCullough, dan —tentu saja, Tom Hanks.

Baca Juga:

Sumber foto: youtube

Aplikasi Hanx Writer
Bukannya berkurang, kecintaan Tom Hanks pada mesin tik justru semakin menjadi-jadi di era digital saat ini. Beberapa waktu lalu, Tom Hanks merilis sebuah aplikasi bernama Hanx Writer, yaitu sebuah aplikasi yang dapat mengubah keyboard laptop, tablet, atau telepon genggam menjadi seperti mesin tik. Menurut Tom Hanks, aplikasi itu sengaja dikembangkan dengan suara unik dan animasi mekanis seperti mesin tik karena hingga saat ini belum ada mesin yang bisa menghasilkan sensasi sehebat mesin tik. 

Sumber foto: Amazon

Menuliskan Obsesi
Seakan tidak cukup melampiaskan obsesinya lewat wawancara dalam film dokumenter, Tom Hanks juga membuat beberapa tulisan yang menggambarkan obsesinya terhadap mesin tik. Salah satu yang paling terkenal adalah artikelnya di New York Times yang bertajuk I am Tom. I Like to Type. Hear That? Selain itu Tom Hanks juga menulis kata pengantar untuk “Typewriters: Iconic Machines from the Golden Age of Mechanical Writing”. Kemudian tahun lalu, Tom Hanks juga menulis sebuah kumpulan cerita pendek berjudul Uncommon Type, yang versi terjemahan bahasa Indonesianya akan segera terbit. [Rfd/sumber: Catawiki, National Public Radio, GEMR]

The post Tom Hanks, si Maniak Mesin Tik appeared first on Noura Books.

“A Trump”: Sebuah Kritik Pedas Terhadap Donald Trump

$
0
0

Di alam demokrasi, setiap orang berhak menyuarakan pendapatnya, setiap orang diberi otaritas untuk menyatakan suka atau tidak suka, setiap orang dilindungi oleh undang-undang untuk menyampaikan kritik kepada siapa pun. Termasuk terhadap kebijakan kepala negara.

Namun, kritik haruslah dilemparkan dengan cara-cara yang bijaksana dan beradab, sebab kritik bukanlah ekspresi kebencian atau kemarahan. Kritik adalah bentuk apresiatif yang lahir dari analisis yang logis dan argumentatif. Dalam lingkup politik, kritik lahir sebagai bahan evalusi, masukan, dan second opinion untuk pembaruan kebijakan yang lebih baik.

Ada banyak jalan untuk melemparkan kritik dan setiap orang punya caranya sendiri-sendiri. Begitu pula dengan Veronica Gabriela Cardenas, seorang fotografer dokumenter profesional asal Texas, dia tidak memilih untuk turun ke jalan, berorasi di depan para demonstran, atau menulis status di media sosial. Namun, dia menggunakan foto sebagai alat untuk menunjukkan kekritisannya terhadap kebijakan Donald Trump tentang imigran Amerika.

Veronica, yang menerima gelar BA dalam Seni Bahasa Universitas Texas Rio Grande Valley, Edinburg,  mendokumentasikan kehidupan para imigran gelap dalam jepretannya yang diberi judul “A Trump”. Sebuah refleksi kegundahan sekaligus kritik pedas terhadap pernyataan-pernyataan Donald Trump yang anti-imigran. Di dalam foto-fotonya itu, Veronica mencoba mengisahkan nasib para imigran gelap dan memanusiawikan kecemasan mereka yang berada di bawah bayang-bayang presiden Donald Trump.

Untuk menjaga identitas para imigran dan tidak menempatkan mereka pada posisi yang sulit, Veronica memakaikan topeng Donald Trump pada kepala mereka. Sehingga kita akan seperti menyaksikan Donald Trump sendirilah yang melakukan berbagai aktivitas keseharian dari pada imigran gelap tersebut. Selain itu topeng Donald Trump juga menjadi simbol dan metafor yang kuat sebagai pesan kritik untuk Presiden Amerika ke-45 tersebut.

Bagaimanapun juga, Veronica sebagai seorang warga dan seorang fotografer imigran merasa terpanggil untuk menyatakan sikap kritisnya terhadap pernyataan-pernyataan dan kebijakan presidennya, Donald Trump, dengan cara sendiri yang beradab dan bermartabat. (LK-07/Sumber foto: https://photogrist.com)

Baca Juga:

The post “A Trump”: Sebuah Kritik Pedas Terhadap Donald Trump appeared first on Noura Books.

Noura Ebook Sale! 40% Off!

$
0
0

Promo 40 persen akhir tahun 2018

Bekal liburan akhir tahun nih.

27 judul EBOOK terbaru dan bestseller Noura Publishing didiskon besar, 40%! Dari novel fantasi, thriller, romance, klasik anak, self-help, memoar, kreativitas, hingga sastra dan referensi Islam.

Hanya 20 hari, 19 Des 2018 s.d 7 Jan 2019.

Berikut 27 judul ebook yang bisa kamu borong ;). Silakan langsung klik judul untuk membeli.

1.  A Wrinkle in Time
2. Bliss Bakery #4: Magic by the Mouthful
3. Caraval #2: Legendary
4. Charlie and the Chocolate Factory
5. Charlie and the Great Glass Elevator
6. Curiosity House #2: The Screaming Statue
7. Jihad Selfie
8. Love & Gelato
9. Love for Sale
10. Man’s Search for Meaning
11. Mortal Engines
12. Olenka
13. Papillon
14. Perjalanan Ruh
15. Pribadi dan Martabat Buya Hamka
16. Reclaim Your Heart
17. Seri Anak Hebat: Saat Aku Malu
18. Seri Fun Cican: Andai Cican Jadi Astronaut
19. Stop Pretending Start Practicing
20. Tangan di Atas
21. Terbang
22. The Book of Ikigai
23. The God of Small Things
24. The Trials of Apollo #3: The Burning Maze
25. The Woman in the Window
26. Think Like a Freak
27. Words in Deep Blue

Instagram: @nouraebook
Facebook Page: Noura Ebook

The post Noura Ebook Sale! 40% Off! appeared first on Noura Books.

5 Aktor Terkenal yang Juga Penulis Buku

$
0
0

Di dunia ini, ada banyak pecinta buku yang ternyata juga penggemar film. Hal ini rupanya juga berlaku pada para aktor, tak sedikit di antara mereka yang juga menaruh minat pada bidang sastra. Beberapa di antara mereka bahkan telah menulis buku, baik berupa novel maupun kumpulan cerita. Siapa saja aktor-aktor ganteng, eh, yang juga penulis buku itu? Yuk, simak!

James Franco

Sumber: Foto Google

Bicara tentang aktor yang menerbitkan buku, nama James Franco tentu berada dalam urutan teratas. Selama delapan tahun masa awal kariernya sebagai seorang aktor profesional, James mengaku telah banyak membuat tulisan. Hingga saat ini James sudah menulis lebih dari delapan judul buku, di antaranya: Palo Alto (2010), The Dangerous Books Four Boys (2012), Strongest of the Litter (2012), A California Childhood (2013), dan Actor Anonymous (2013).

Ethan Hawke

Ethan Hawke

Meskipun dikenal lewat film-filmnya yang banyak meraih penghargaan pada tahun 2000-an ke atas, karier actor asal Brooklyn, New York ini sebenarnya sudah dimulai sejak awal tahun 1980-an, ketika ia memerankan salah satu murid Robin William dalam film Dead Poets Society (1989).

Kini selain melibatkan diri dalam produksi berbagai jenis film, Ethan juga mendedikasikan hidupnya untuk bidang sastra. Ia sudah menulis tiga buah novel lain, yakni The Hottest Stat (1996), Ash Wednesday (2002), dan Rules for a Knight (2015). Selain itu, ia juga menduduki posisi co-chairman Young Lions Committeedi Perpustakaan Umum New York yang setiap tahunnya menganugerahkan The Young Lions Fiction Award kepada penulis muda berbakat di Amerika.

Steve Martin

Steve Martin

Karena lebih dikenal sebagai seorang komedian, mungkin tidak banyak yang mengasosiasikan aktor yang satu ini dengan bidang sastra. Padahal jika melihat daftar hasil karyanya, Steve Martin punya dedikasi yang serius di bidang tulis-menulis. Sepanjang kariernya, Steve sudah membuat lebih dari 20 tulisan dari koleksi esai, naskah drama, hingga buku anak berjudul Late For School (2010). Setelah beberapa kali menulis untuk The New Yorker selama tahun 1990-an, Steve akhirnya memutuskan untuk menulis novela pertamanya yang berjudul Shopgirl pada tahun 2000. Setelahnya, Steve juga menulis dua novel yang berjudul The Pleasure of My Company (2003) dan An Object of Beauty (2010). Selain novel, salah satu karyanya yang banyak menuai pujian adalah Born Standing Up, sebuah memoar yang berada pada peringkat keenam dalam Top 10 Nonfiction Books of 2007 yang dirilis majalah Time.

Chris Colfer

Chris Colfer
Sumber: Foto Google

Pemeran Kurt Hummel dalam serial Glee ini punya sejarah panjang di bidang kepenulisan sebelum memulai kariernya sebagai aktor. Semasa sekolah, Chris pernah menjadi ketua klub menulis, aktif sebagai editor majalah sekolah, serta memenangkan berbagai lomba debat dan pidato. Minatnya pada bidang kepenulisan kemudian diwujudkan dalam seri The Land of Stories (2011-2017) dan novel YA pertamanya, Stranger Than Fanfiction (2017).

Tom Hanks

Tom Hanks

Sudah bukan rahasia lagi bahwa Tom Hanks adalah seorang kolektor mesin tik. Namun ternyata mengumpulkan mesin tik bukanlah satu-satunya hobi yang digeluti oleh aktor asal Inggris ini. Selain mesin tik, Tom Hanks juga sangat gemar membaca buku. Tak puas hanya membaca karya orang lain, ia pun kemudian memutuskan untuk menulis buku pertamanya yang berjudul Uncommon Type pada tahun 2017 lalu (versi bahasa Indonesia akan terbit di awal tahun 2019).

Bagaimana dengan kamu: masih puas membaca karya orang lain, atau sudah mulai ingin menulis buku sendiri? [Rfd/sumber: flavorwire, DW, wikipedia, dll]

The post 5 Aktor Terkenal yang Juga Penulis Buku appeared first on Noura Books.

Kata Rick Riordan tentang Rick Riordan Presents: Aru Shah and the End of Time

$
0
0

Beberapa tahun belakangan, banyak orang mulai setuju akan pentingnya representasi diversitas dalam cerita anak-anak. Pemikiran tersebutlah yang mendorong Rick Riordan, penulis seri Percy Jackson & The Olympians, untuk merilis sebuah lini baru bertajuk “Rick Riordan Presents.”

Lini baru yang menjanjikan ‘buku-buku hebat karya para penulis buku anak dari beragam latar belakang budaya minoritas’ ini menerbitkan publikasi perdananya, Aru Shah and the End of Time karya Roshani Chokshi.

Aru Shah and the End of Time
Sumber: Foto Google

Menurut pengakuan Rick Riordan, sebenarnya sudah lama ia diminta untuk merilis lini baru tapi selama ini ia masih belum tahu harus merilis lini yang seperti apa. Ketika mulai berpikir tentang konsep lini tersebut, Rick teringat dengan anak-anak yang kerap bertanya apakah ia akan menulis buku tentang mitologi lain seperti mitologi Hindu atau Cina.

mitologi Hindu atau Cina
Sumber: Foto Google

“Aku mengerti bahwa mereka ingin membaca tentang mitologi-mitologi itu, dan aku setuju bahwa mitologi lain pun cukup fenomenal dan fantastis, tapi aku tidak tahu banyak tentang mitologi-mitologi itu. Selain itu kurasa aku bukanlah orang yang tepat untuk menulis proyek semacam itu, karena aku tidak tumbuh besar dengan kisah-kisah dari mitologi itu.”

Baca Juga: Rick Riordan, dari Guru menjadi Penulis Novel Fantasi

Menurut Rick, Roshani Chokshi telah menuliskan kisah Aru Shah dengan sangat baik.

“Dia punya selera humor yang luar biasa. Aru adalah  anak perempuan yang penuh dengan semangat. Ia sering kali berbohong kepada teman-temannya di sekolah, menceritakan kisah mengesankan tentang liburan musim seminya, pekerjaan ibunya, dan mengaku-aku sebagai seorang putri atau agen rahasia. Sampai pada suatu hari, kebohongan Aru terungkap ketika teman-teman sekelasnya mengunjungi museum tempat ibunya bekerja.

Karena itulah Aru harus berpikir cepat dan mencari cara untuk membuat teman-temannya kembali terkesan. Kemudian, Aru pun terpaksa melakukan satu hal yang amat sangat dilarang oleh ibunya: menyalakan lampu terkutuk yang dapat menyebabkan akhir dunia. Dari sana, kalian bisa bayangkan ke mana arah ceritanya.

Tentu saja karena kejadian itu, berbagai aspek mitologi Hindu langsung menyerbu masuk ke dalam kehidupannya. Aru pun belajar banyak tentang asal-muasal keluarganya, dan dipaksa terlibat dalam dunia ‘lain’ yang penuh dengan dewa-dewi, monster, iblis, dan berbagai hal menakjubkan lainnya. Semua itu adalah hal yang ingin aku tulis kalau saja aku tahu banyak tentang mitologi Hindu, tapi Rosh melakukannya dengan jauh lebih baik!”

Sumber: Foto Google

Meskipun harus mengurus berbagai karya lain di lini barunya, Rick Riordan sama sekali tidak berpikir untuk mengurangi intensitas menulisnya. Bahkan sebaliknya, keberadaan lini baru ini justru menyegarkan minatnya untuk kembali menulis.

“Menurutku, ini kegiatan yang sangat baik bagiku. Aku belajar banyak hal dan beruntung bisa menjalin hubungan kerja yang luar biasa dengan para penulis yang kami pilih. Aku berusaha untuk membantu, sebagai mentor, sambil mengingatkan diriku sendiri bahwa kisah-kisah itu bukanlah milikku dan aku tidak ingin terlalu ikut campur dalam tulisan mereka. Di sanalah garis batas yang aku buat.” [Rfd/sumber: Audible]


The post Kata Rick Riordan tentang Rick Riordan Presents: Aru Shah and the End of Time appeared first on Noura Books.


5 Fakta Menarik Novel A Wrinkle In Time

$
0
0

A Wrinkle in Time adalah novel bergenre science fantasy yang meraih berbagai penghargaan. Tahun 2018, buku ini diadaptasi menjadi film yang salah satu pemerannya adalah Oprah Winfrey.  Ada beberapa fakta menarik mengenai karya klasik ini lho. Ini dia.

Naskahnya ditolak oleh 26 penerbit

Naskahnya ditolak oleh 26 penerbit
i.piming.com

Madeleine L’Engle, sang penulis harus menerima penolakan demi penolakan dari 26 penerbit berbeda, sebelum akhirnya naskah miliknya diterima oleh Farrar, Straus & Giroux. Sebuah penolakan yang ia dapati saat berulang tahun ke-40 pada 1958, bahkan sempat membuatnya berpikir untuk menyimpan mesin tiknya. L’Engle juga menuliskan sebuah catatan di dalam karyanya, A Circle of Quiet: “Ini adalah pertanda yang jelas dari surga. Saya harus berhenti mencoba menulis. Selama satu dekade saat saya berumur 30, saya mengalami rasa bersalah bertubi-tubi karena saya telah menghabiskan begitu banyak untuk menulis, karena saya tidak seperti istri dan ibu rumah tangga New England yang sepatutnya.”

Baca Juga: Penulis yang Ditolak 200 Kali

Namun karena kegigihannya, ia tetap menyelesaikan naskahnya pada tahun 1960 dan pada tahun 1962 naskah tersebut akhirnya terbit.

Bukunya pernah dilarang

Bukunya pernah dilarang
www.thoughtco.com

Setelah diterbitkan, bukan berarti karyanya mudah diterima masyarakat luas. Menurut American Library Association (ALA), A Wrinkle in Time adalah salah satu buku yang paling sering dilarang, salah satu alasannya karena isinya yang tidak mudah dimengerti oleh anak-anak.

Jalan-jalan yang menghasilkan karya klasik

Jalan-jalan yang menghasilkan karya klasik
www.wanderlust.co.uk

Pada 1959 L’Engle berpergian selama 10 minggu ke berbagai negara bagian di AS. Ia terinspirasi berbagai medan yang telah dilaluinya. Tempat-tempat yang beragam memberinya ide untuk menggabungkan berbagai genre dan konsep yang kemudian menjadi A Wrinkle in Time, karya yang memenangkan Newbery Award.

Meg Murry = Madeleine

Banyak karya besar yang terinspirasi kehidupan si pengarangnya sendiri, termasuk A Wrinkle in Time. Meg Murry, tokoh utamanya ternyata tak jauh dari karakter Madeleine sendiri lho! Sama seperti Meg, Madeline kecil adalah gadis yang awkward. Selain itu, Madeleine juga mengaku enggak pede dengan penampilannya saat masih kecil. Mirip dengan karakter Meg.

Menginspirasi astronaut

Menginspirasi astronaut
i.pinimg.com

Pada tahun 1966, saat masih duduk di kelas 6, Janice Voss membaca A Wrinkle in Time. Di kemudian hari perjalanan lintas ruang dan waktu di dalam buku tersebut menginspirasinya menjadi seorang ilmuwan dan astronaut. Setelah mendengar kisah Voss, L’Engle memberinya buku A Wrinkle in Time yang dibawa Voss pada 1 Juli 1997. Saat pesawatnya berada di orbit bumi, Voss benar-benar membaca buku tersebut. Wow! [LHS & Rdy/dari berbagai sumber]

Baca Juga: Christopher Robin dan Refleksi Kesibukan Manusia

The post 5 Fakta Menarik Novel A Wrinkle In Time appeared first on Noura Books.

Mengapa Beyonce Menamai Anaknya Rumi?: Jalaluddin Rumi di Mata Pesohor Dunia

$
0
0
dama-rumi

Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al-Khattabi al-Bakri bukan hanya simbol cinta, tetapi dia adalah cinta itu sendiri. Dan jika, “cinta adalah jembatan antara dirimu dan segala sesuatu,” seperti dalam puisinya. Maka, Sang Maulana juga adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, Muslim dan nonmuslim, Timur dan Barat, sang pencinta dengan yang dicinta, pengasih dengan yang dikasih di mana pun mereka berada, tanpa mengenal batas wilayah, ras, dan agama.

Sebagaimana Attar, Rumi membubung ke puncak kesempurnaan, bersinar secemerlang matahari pagi. Hingga saat ini, di berbagai penjuru dunia, puisi-puisi Rumi terus dikaji, diselami, dan dirayakan seperti hidangan lezat di atas meja yang tak akan pernah habis. Ajaran-ajaran cinta Sang Penyala Api Ilahiah ini menjelma mutiara kearifan yang mampu menembus relung-relung jiwa setiap manusia, bahkan meskipun dia seorang awam. Oleh karena itu, bait-bait agungnya semerbak di sudut-sudut mana pun. Baik di puncak-puncak gading para penyair dan penyelam sufi, maupun di emperan-emperan para penikmat lalu. Sebab, kelezatannya bisa diraih dengan cara dikunyah secara intens dan mendalam maupun hanya sekadar mencicipinya saja.

dama-beyonce rumi
Foto: channel23news.com

Oleh karenanya sangat lumrah jika puisi-puisi Rumi juga bisa menjadi inspirasi bagi sebagian selebriti di dunia hiburan yang notabene menjadi simbol keglamoran dan kefanaan duniawi. Sebut saja Beyoncé Giselle Knowles dan Shawan Corey Carter (Jay Z), pasangan penyanyi sekaligus aktris/aktor Amerika Serikat. Pada 2017, pasangan ini dikaruniai dua orang anak kembar yang mereka beri nama Rumi Carter dan Sir Carter. Nama Rumi diambil dari nama Maulana Jalaluddin Rumi, penyair favorit mereka berdua, sebagaimana yang mereka katakan saat diwawancarai oleh Elliot Wilson dan Brian Miller, “Rumi adalah penyair favorit kami, jadi (nama) itu kami ambil untuk putri kami.” Sedangkan Sir, lanjutnya diambil dari diksi puisi Rumi favorit mereka, Bring the pure wine of love and freedom. But Sir, a tornado is coming …, demikian potongan puisi tersebut.

Baca Juga: 5 Aktor Terkenal yang Juga Penulis Buku

Lain Beyoncé lain pula dengan Madonna, sang Ratu Pop Amerika ini selalu merasa mendapat “sesuatu” setiap kali selesai membaca puisi-puisi Rumi. Oleh karenanya, perempuan yang dinobatkan sebagai penyanyi perempuan tersukses sepanjang zaman tersebut dan beberapa teman selebritinya, Demi Moore dan Goldie Hawn, suka sekali jika diundang untuk membacakan puisi-puisi Rumi di depan publik. Itu membuat mereka merasa bahagia.

dama-chris martin
Foto: PressReader

Di Eropa kita mengenal Chris Martin, personel grup band Coldplay yang sangat terinspirasi oleh puisi-puisi Jalaluddin Rumi, terutama saat dia sedang merasa putus asa dan kehilangan arah dalam hidupnya. Pelantun lagu Paradise ini mengatakan bahwa dia telah menemukan ada yang salah dengan cara hidupnya selama ini, setelah membaca puisi-puisi Rumi dan buku Man’s Search for Meaning karya Victor Frankl. Chris juga mengaku bahwa puisi Rumi memiliki pengaruh sangat penting bagi dirinya terutama dalam mengubah cara pikir dan cara pandangnya terhadap kehidupan. Sejalan dengan itu, penulis kenamaan Annemarie Schimmel dalam The Triumphal Sun: A Study of The Works of Jalaluddin Rumi (1980) mengatakan bahwa Rumi adalah pembimbing siapa pun yang merasa terasing dengan dirinya sendiri. Rumi telah penyingkap rahasia terbesar dari cinta.

Berbeda dengan para selebriti, David Fideler—seorang doktor filsafat dan sejarah sains dari Pennsylvania—menggauli karya-karya Rumi seperti para penyelam menggauli lautan, intens dan mendalam. Menurutnya puisi-puisi Rumi yang diliputi rasa cinta terhadap Tuhan dapat menghentikan waktu di sekeliling pembacanya. Siapa pun yang menyelami dan mendalami puisi-puisi Rumi seakan-akan telah keluar dari dirinya dan meninggalkan sifat keduniawian. “Ingatlah Tuhan sebanyak-banyaknya hingga kau terlupakan/Biarkan penyeru dan Yang Diseru musnah dalam Seruan.” Oleh sebab itulah, meskipun Rumi telah meninggal 800 tahun yang lalu, tetapi puisi-puisinya selalu relevan di setiap zaman dan senantiasa menarik untuk dikaji dan dinikmati dari generasi ke generasi.

dama-whirling rumi
Foto: konfrontasi.com

Kandungan filsafat dan tasawuf yang meliputi puisi-puisi Rumi mampu membawa setiap orang keluar dari kungkungan alam material menuju alam batiniah yang lebih sendu dan menentramkan. Oleh sebab itu, orang-orang mampu merasakan kebahagiaan, menemukan tempat yang tenang, dan berdialog akrab serta hangat dengan dirinya sendiri. “Rumi adalah pesona yang mengagumkan. Ajaran-ajarannya mengabadi di hati umat manusia, melintasi masa demi masa, menembus batas-batas negara, bahkan melampaui perbedaan suku, ras, dan agama. Jalan cinta yang dilaluinya adalah taman bunga yang sangat indah: siapa saja yang pernah memasukinya, ia akan menari di sana, hidup untuk selama-lamanya,” begitu kata A. Yusrianto Elga dalam esinya yang berjudul Anggur Cinta Maulana Rumi. Siapa pun diri kita, awam ataupun ahli, mendalam ataupun sekadarnya, kita mampu memasuki cakrawala tak bertepi dan menikmati hidangan cinta dalam setiap bait puisi-puisi Rumi. Setelah itu terserah kita apakah akan kita kunyah dalam-dalam atau hanya sekadar mencicipinya saja. (LK-07)

Baca juga: A Trump, Sebuah Kritik Pedas Terhadap Donals Trump

The post Mengapa Beyonce Menamai Anaknya Rumi?: Jalaluddin Rumi di Mata Pesohor Dunia appeared first on Noura Books.

Mengapa Seleb Hollywood Membenci Donald Trump?

$
0
0

Sudah jadi rahasia umum, Donald Trump sangat tidak populer di mata Hollywood. Beberapa waktu lalu misalnya, Dewan Kota West Hollywood meloloskan resolusi yang menuntut penghapusan bintang Donald Trump di Hollywood Walk of Fame. Alasan mereka, “Perlakuan Trump yang tidak pantas terhadap perempuan, dan sikap-sikapnya yang lain yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dianut di West Hollywood, di kawasan terkait, di negara bagian (California) dan di negara Amerika Serikat.”

fear-walk of fame
Sumber: AP Photo

Bahkan sebelum resolusi pun, bintang Trump di Walk of Fame itu sudah dirusak oleh orang-orang tak dikenal.

Trump juga menjadi langganan olok-olok para bintang Hollywood, dalam sketsa-sketsa komedi, maupun dalam acara-acara talkshow. Salah satu yang terkenal, misalnya, aktor Alec Baldwin yang kerap memerankan Trump dalam program Saturday Night Live (SNL). Berikut adalah pernyataan sejumlah selebritis Hollywood yang termasuk dalam kelompok haters-nya Trump:

“Sungguh nggak masuk di akalku Trump bisa menang. Ini sungguh gila. Kurasa aku akan belajar Bahasa Spanyol, karena aku harus pindah negara.” (Amy Schumer, Komedian)

fear-matt damon
Foto: breitbart

“(Trump) bikin aku stres. Nggak seharusnya dia jadi presiden. Bisa main bola nuklir, gila kan? Bahaya. Orangnya impulsif dan nggak pernah pikir panjang tentang banyak hal.” (Matt Damon, Aktor)

“(Kalian samakan Trump dengan Voldemort?) Itu mengerikan. Voldemort nggak sejahat itu.” (J.K. Rowling, Penulis)

“Nggak satu pun manusia di zaman ini pantas menerima sikapnya yang masa bodoh itu.” (Shakira, Penyanyi)

“Dia itu oportunis. Fasis. Fasis yang xenofobia.” (George Clooney, Aktor)

Foto: glamour.com

“Tolong diingat dia menulis ‘ANJING’ di foto seorang wanita dan mengirimkannya ke wanita itu. Sungguh menyakitkan dia jadi presiden.” (Ashley Judd, Aktris)

“Ini benar-benar bencana nasional. Seorang bodoh, fanatik, rasis, misoginis, pemaksa, jadi presiden. Aku nggak bisa ngomong lagi…” (Kate Walsh, Aktris)

fear-jennifer
Foto: tapatalk.com

“Seperti kiamat saja rasanya, dia jadi presiden. Kalau bertemu dia, satu saja yang akan aku katakan, F**K YOU.” (Jennifer Lawrence, Aktris)

fear-john legend
Foto: Bustle

“Setiap hari dia berbohong, menyebar kebencian dan fanatisme, selalu memecah belah. Dia nggak punya pemahaman yang mendalam tentang kebijakan pemerintahannya. Dia nggak layak jadi presiden.” (John Legend, Penyanyi)

“Aku nggak akan berhenti mengingatkan semua betapa mengerikannya Trump. Aku bahkan akan pasang alarm di Hpku, untuk mengingatkan aku soal ini.” (Chrissy Teigen, Model )

“Ini sungguh memalukan buat Amerika. Kita telah membiarkan seorang pembenci memimpin bangsa. Kita telah membiarkan seorang penggencet menentukan arah negara. Benar-benar hancur lebur.” (Chris Evans, Aktor)

fear-cher
Foto. me.me

“Ayo kita lemparkan saja dia ke kawah Gunung Berapi.” (Cher, Penyanyi)

Nah, bagaimana dengan Anda, apa komentar Anda tentang polah tingkah Donald Trump? Silakan sampaikan di kolom komentar ya. (PNG)

The post Mengapa Seleb Hollywood Membenci Donald Trump? appeared first on Noura Books.

Mengenal Roshani Chokshi: Penulis Pertama Rick Riordan Presents

$
0
0

Setelah membiarkan penggemarnya menduga-duga, Rick Riordan akhirnya mengumumkan buku pertama yang terbit melalui lini Rick Riordan Presents, yaitu Aru Shah and the End of Time karya Roshani Chokshi. Berikut ini adalah wawancara singkat dengan Rosh, panggilan akrab Rochani, tentang petualangan Aru Shah dan pengalaman pribadinya sebagai penulis pertama yang ‘digarap’ langsung oleh Rick Riordan.

aru shah-RRP
Foto: Riordan Wiki Fandom

Bagaimana rasanya terpilih sebagai penulis pertama yang bukunya diterbitkan oleh (Rick Riordan Presents (RRP)?

Ya ampun, jantungku serasa loncat saat aku diterima untuk bergabung dalam keluarga RRP pada Oktober 2016 lalu. Kemudian saat ”Aru” dipastikan akan menjadi buku pertama yang diterbitkan oleh RRP, jiwaku seakan terbang dari ragaku dan mulai menjerit kegirangan: “ASLDJFLASJFO;IUWORU3JDLSJFALSDJFLKJFLKJASDF” (tapi dengan logat selatan yang cukup kental). Aku sudah bertahun-tahun menyimpan ide untuk menulis kisah Aru. Ini adalah karya yang sangat ingin kutulis karena berkutat seputar hubungan keluarga, persahabatan para wanita, dan kisah lintas budaya. Bagiku, Aru adalah sebuah validasi. Aku tumbuh besar tanpa pernah membaca kisah tentang asal-usul keluargaku, dan hal itu membuatku berpikir bahwa budayaku tidak begitu penting. Semua pengalamanku selama menulis buku ini menunjukkan betapa salahnya asumsi itu, jadi tentu saja aku merasa bahagia!

aru shah-roshani rick
Foto: LA Times

Apa Rick memberi masukan sebelum buku ini diterbitkan?

Masukan Rick benar-benar bermakna sejak tahap awal. Rasanya mendebarkan sekali saat membuka draft tulisankudan membaca komentar-komentar dari seorang RICK RIORDAN. Semua masukannya sangat luar biasa, dari yang berkaitan dengan plot, aspek emosional, bahkan adegan-adegan yang akan memikat anak-anak. Yang paling menakjubkan adalah, dia menyampaikan semuanya layaknya seorang guru. Ceritanya masih 100% hasil tulisanku, dia seolah-olah hanya menerangi jalan agar aku bisa sampai di tujuan. Bimbingan dari Rick Riordan (dan arahan cemerlang dari Steph Lurie) ibarat selimut yang membuatku merasa aman.

Baca Juga: Bocoran Rick Riordan tentang Aru Shah and the End of Time

Apa yang kamu harapkan dari terbitnya buku ini?

Aku harap buku ini dapat membuat para pembaca—yang berasal dari berbagai latar belakang—merasa diperhatikan. Aku tahu rasanya memiliki nama aneh yang tidak pernah ditulis dengan benar di gelas Starbucks. Aku juga paham rasanya harus menjelaskan asal-usul keluargaku untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang, mungkin bermaksud baik tapi, tidak sopan. Aku juga ingin menghilang sekaligus mencolok pada saat yang bersamaan. Meskipun demikian, Aru bukan sekadar cerita tentang anak-anak dengan latar belakang yang beragam. Kisah ini untuk pembaca mana pun yang ingin membaca setting baru dan ingin mengenal berbagai budaya lain. Menulis untuk anak-anak adalah pekerjaan terbaik di dunia, karena hati mereka sangatlah terbuka. Rasa ingin tahu mereka hadir tanpa keterikatan apapun dan merupakan sebuah kehormatan bagiku untuk dapat menulis kisah anak-anak.

aru shah-roshani cover
Foto: Libro.fm

Bagian yang paling menantang saat menulis buku ini?

Saat menentukan seberapa banyak materi yang harus dimasukkan dan seberapa banyak yang harus dijelaskan. Meskipun Aru dan saudari-saudarinya terinspirasi dari legenda Pandawa, ini bukanlah sebuah retelling kisah Mahabharata. Pembaca tidak akan menemukan dewa-dewi dari tradisi Hindu, melainkan dewa-dewi yang lebih kuno dari tradisi Veda. Aku ingin memastikan bahwa aku mengemas ulang kisah-kisah ini dengan penuh rasa hormat, sambil tetap menghargai dongeng-dongeng yang pernah kudengar semasa kecil.

Apa yang menjadi inspirasimu saat menulis, baik secara umum maupun saat menulis buku ini?

Banyak, terutama Percy Jackson dan Sailor Moon. Aku juga sangat menyukai seri Georgia Nicolson karya Louise Rennison, yang selalu membuatku tertawa terbahak-bahak saat aku masih kecil. Seri ini tentu berpengaruh besar pada humor tokoh utama dalam bukuku, Aru Shah. [Rfd/sumber: Hypable]

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Novel A Wrinkle in Time

The post Mengenal Roshani Chokshi: Penulis Pertama Rick Riordan Presents appeared first on Noura Books.

Becoming: Memoar Terlaris di Dunia

$
0
0

Hanya dalam dua minggu setelah diterbitkan, memoar karya mantan ibu negara Amerika Serikat ini telah terjual 2 juta eksemplar. Iya, DUA JUTA EKSEMPLAR!  Buku ini juga memecahkan rekor penjualan buku di Amerika Serikat sejak diterbitkan pertama kali pada bulan November lalu.

Becoming-Memoar-Terlaris-di-Dunia

Menurut data NPD BookScan, Becoming telah terjual dalam berbagai format di Amerika Serikat dan Kanada dalam rentang waktu lima belas hari. Hingga akhir tahun 2018, Becoming juga sudah dicetak ulang sebanyak enam kali. Bahkan untuk format hardcover saja, total penjualan Becoming sudah melampaui penjualan buku lain di Amerika Serikat selama tahun 2018. Becoming bertahan dalam daftar buku terlaris versi New York Times, USA Today, dan Publishers Weekly. Bahkan bukan hanya penjualan secara fisik, Becoming juga memecahkan rekor penjualan ebook dan buku audio.

Ketenaran buku ini tidak terbatas di kawasan Amerika Utara saja, Becoming juga menjadi bestseller di Inggris, Australia, Jerman, Perancis, Italia, Belanda, Spanyol, Denmark, Norwegia, Finlandia, Yunani, bahkan Korea dan Afrika Selatan. Becoming tercatat telah dan akan diterjemahkan ke dalam 31 bahasa, termasuk bahasa Indonesia.

Becoming-Memoar-Terlaris-di-Dunia03

Fenomena ini seakan mengonfirmasi popularitas siapa pun yang pernah menjadi ibu negara di Amerika Serikat. Living History, yang ditulis oleh Hillary Clinton, mantan ibu negara sebelumnya, juga tercatat sebagai salah satu memoar terlaris di Amerika Serikat. Meskipun demikian, belum ada satu pun karya pejabat negara yang selaris Becoming. Living History misalnya, butuh satu bulan untuk masuk dalam daftar bestseller, sedangkanDecision Points (George W. Bush) butuh beberapa minggu untuk dapat terjual hingga dua juta eksemplar. Karya lain yang popularitasnya hampir menyamai Becoming adalah My Life, autobiografi Bill Clinton yang dengan cepat terjual hingga satu juta eksemplar. Namun, My Life butuh waktu cukup lama hingga dapat terjual hingga dua juta eksemplar.

Becoming-Memoar-Terlaris-di-Dunia

Lantas, apa ya keistimewaan Becoming hingga bisa “mengalahkan” memoar lainnya? Buku ini tidak hanya berisi kisah hidup seorang ibu negara, namun juga tentang perjalanan seorang gadis remaja dari kawasan selatan Chicago hingga menjadi ibu negara berkulit hitam pertama dalam sejarah Amerika Serikat. Apalagi jika mengingat popularitas suaminya, Barack Obama, yang juga merupakan presiden berkulit hitam pertama di Amerika Serikat.

Becoming-Memoar-Terlaris-di-Dunia

Selain itu, Becoming juga menceritakan tentang gesekan-gesekan politik yang dialaminya dan mengkritik Presiden AS, Donald Trump. Dalam buku itu, Michelle menyebutkan jika Presiden AS, Donald Trump, membuat keluarganya dalam kondisi berbahaya pada masa pemilihan presiden 2016 lalu.

Becoming-Memoar-Terlaris-di-Dunia

Yang juga menarik, Michelle tak melulu bertutur soal kehidupan di gedung putih, ia juga menceritakan kehidupan cintanya. Misalnya ia menyebutkan beberapa kendala dan kesulitan untuk mengarungi bahtera rumah tangga dengan Barack Obama. Termasuk menceritakan tentang keguguran yang dialaminya dan penggunaan in vitro ferilisation (IVF) untuk melahirkan kedua anaknya, Malia dan Sasha. 

Wah, jadi penasaran ya. Tunggu penerbitan bahasa Indonesianya ya. [Rfd/Sumber: Fortune & BBC]

The post Becoming: Memoar Terlaris di Dunia appeared first on Noura Books.

Rumi: Make America Great Again

$
0
0

Sebuah meme bergambar poster kampanye Donald Trump menjadi viral di dunia maya. Poster yang seharusnya bertuliskan TRUMP: Make America Great Again itu menjadi RUMI: Make America Great Again dengan kutipan puisi Rumi di bawahnya, “Be patient where you sit in the dark …. Dawn is coming.” (Bersabarlah, saat kamu duduk di dalam kegelapan [malam] …. Fajar akan segera menyingsing). Sebuah puisi yang dianggap mewakili keadaan Amerika saat ini yang dilingkupi kegelapan—terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika.

Foto: Pinterest

Poster yang seharusnya menjadi alat kampanye Donald Trump untuk meningkatkan elektabilitasnya pada saat kampanye presiden itu justru menjadi semacam senjata makan tuan. Poster itu menjadi alat perlawanan sebagian warga Amerika terhadap pernyataan dan kebijakan kontroversial Donald Trump tentang para imigran dan orang-orang Muslim.

Poster itu ditempeli selotip pada kata TRUMP dengan menutup huruf T dan sebagian huruf P menjadi RUMI yang mengacu kepada Maulana Jalaluddin Rumi, penyair sufistik Muslim abad ke-13 yang melegenda itu.

Pernyataan Donald Trump memicu banyak reaksi, terutama rencana pembangunan dinding di sepanjang perbatasan Amerika-Mexico dan larangan orang-orang dari Suriah, Somalia, Irak, Iran, Libya, Sudan, dan Yaman untuk masuk ke Amerika. Kebijakan tersebut menurut Trump akan diambil untuk melindungi negaranya dari serangan teroris. “Keamanan nasional dalam ancaman teroris Islam,” kata Trump dalam cuitan Twitter miliknya.

Meski pada akhirnya, setelah menjadi presiden, kebijakan Trump dibatalkan oleh Hakim Federal di Seatle dan oleh Pengadilan Banding AS (US Court of Appeals for the 9th Circuit) di Kota San Fransisko, California—karena dianggap diskriminatif—tetapi kebijakan ini sudah telanjur menggoreskan luka di hati dan nurani banyak orang. Oleh karenanya, reaksi perlawanan terhadapnya terus bergulir.

Baca Juga: Mengapa Seleb Hollywood Membenci Donald Trump?

Namun, yang menarik adalah reaksi dari sebagian besar warga Amerika yang berpaling kepada Rumi—seorang penyair Muslim, ulama, dan filsuf kelahiran Balkh, Afghanistan. Al-Sharq Al-Awsat, sebuah media berbahasa Arab yang terbit di London, memberitakan bahwa buku-buku Rumi mulai diminati oleh warga Amerika sejak peristiwa 9/11 lalu, tetapi semakin meningkat saat Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika. Berbeda dengan Al-Sharq Al-Awsat, The Washington Post menyatakan bahwa, “Bukankah suatu hal yang mengejutkan, buku-buku Rumi, seorang penyair Muslim, justru menjadi bestseller saat ‘larangan terhadap Muslim’ dilontarkan oleh negara.”

Menurut Brad Gooch, penulis buku Rumi’s Secret: The Life of the Sufi Poet of Love, kenapa Rumi menjadi pilihan masyarakat Amerika? Karena dia merupakan antitesis dari kebijakan Trump, “Dia adalah seorang Muslim, dan menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai imigran.” Rumi mengembara menghindari serangan Genghis Khan dari Afghanistan ke Baghdad, Damaskus, dan akhirnya menetap di Turki hingga beliau meninggal dunia. Namun, statusnya sebagai imigran “terlantar” tidak membuatnya menjadi seorang pembenci manusia dan kehidupan, malahan justru dia mengartikulasikan sebuah visi yang penuh harapan dan “agama cinta” yang membuatnya terbang ke puncak kemuliaan.

Dr. Haidar Bagir, dalam sebuah video di laman YouTube mengatakan bahwa Rumi merupakan penyair sufistik yang syair-syairnya memiliki keindahan luar biasa, menggetarkan dan meneduhkan jiwa, sehingga baik dirinya maupun syair-syairnya sering dianggap mampu untuk memberikan motivasi hidup yang luar biasa. Bahkan selebritas-selebritas Hollywood seperti Maddona, Demi Moore, Beyoncé, Jay Z, Goldie Hawn, Chris Martin, dan lain-lain sering mengutip puisi-puisi Rumi untuk memberikan energi positif bagi kehidupan mereka.

Tonton: https://www.youtube.com/watch?v=D7i1G5NuF88

Karena pribadi dan karya-karyanya yang bersifat universal itulah, Rumi bisa diterima di semua kalangan tidak mengenal ras, agama, bahkan zaman. Menurut Jane Ciabattari, penjualan buku-buku Rumi semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak kemunculan Trump dan kebijakan-kebijakannya yang kontroversial itu. Dengan demikian tambahnya, Rumi telah menjadi salah satu penyair yang paling populer di Amerika.

Sungguh ironis memang di saat Donald Trump, sebagai kepala negara, muncul dengan ide-ide diskriminatif terhadap manusia karena ras dan agamanya dengan dalih melindungi Amerika dari ancaman mengerikan. Namun, justru rakyatnya berpaling dan mengadu kepada Maulana Jalaluddin Rumi karena Amerika sebagai negara demokratis dan menjunjung tinggi persamaan hak setiap manusia terancam hancur oleh kebijakan kepala negaranya. (LK-07)

Baca Juga: “A Trump”: Sebuah Kritik untuk Donald Trump

The post Rumi: Make America Great Again appeared first on Noura Books.

9 Buku Rekomendasi Tom Hanks

$
0
0

Tidak hanya sukses membintangi berbagai film, Tom Hanks juga mulai memasuki dunia tulis-menulis lewat bukunya yang berjudul Uncommon Type. Banyak yang penasaran, hal apa yang menjadikannya sosok cerdas dengan karier yang terus berkembang pesat? Berikut ini adalah 9 buku yang membuat Tom Hanks selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam hidupnya.

“A World Lit Only by Fire (William Manchester)

Pernah membayangkan bagaimana rasanya hidup di abad pertengahan? Buku ini mendeskripsikan abad pertengahan dengan sangat indah sekaligus menyeramkan, sampai-sampai kita seolah dibawa berkelana dari masa lalu yang kelam menuju awal dimulainya Abad Renaisans.

An Army at Dawn (Rick Atkinson)

Buku ini berkisah tentang tentara Amerika dan Inggris saat memperjuangkan kemenangan tanah Eropa selama Perang Dunia II. Dengan kata lain, buku ini menggambarkan perang terburuk dalam sejarah umat manusia.

1939: The Lost World of the Fair (David Gelernter)

Pameran Dunia (The World’s Fair) adalah sebuah perhelatan besar yang diadakan di New York pada tahun 1939, ketika Perang Dunia II bermula. Buku ini memaparkan seberapa besar pengaruh pameran ini bagi umat manusia di seluruh dunia.

Baca Juga: Tom Hanks: Dari Aktor Hollywood Jadi Penulis Cerita Fiksi

Stasiland (Anna Funder)

Berfokus pada peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi tepat sebelum dimulainya Perang Dunia II, “Stasiland” mengungkap seperti apa kehidupan orang-orang yang bertahan hidup dibawah kediktatoran komunis di Jerman Timur.

A Gentleman in Moscow (Amor Towles)

Sedikit berbeda dengan buku-buku sebelumnya, latar kisah dalam buku ini adalah masa-masa setelah Perang Dunia I. “A Gentleman in Moscow” menceritakan tentang seorang aristokrat bernama Count Alexander Rostov yang hidup terasing di sebuah hotel mewah hingga akhir kehidupannya. Selama sisa hidupnya, Rostov berusaha memahami tujuan hidup dan belajar untuk menjalani kehidupan dengan lebih bermakna.

What It Takes (Richard Ben Cramer)

Buku ini membahas perjalanan George H. W. Bush, Bob Dole, Joe Biden, Michael Dukakis, Richard Gephardt, dan Gary Hart selama masa kampanye kepresidenan pada tahun 1988. Bagi kebanyakan orang, buku ini memang tidak begitu menarik. Namun bagi orang-orang yang menaruh minat pada sejarah Amerika Serikat dan ingin tahu bagaimana kisah di balik layar pemerintahannya, buku ini tidak boleh dilewatkan!

Baca Juga: Tom Hanks, si Maniak Mesin Tik

Spies of the Balkans (Alan Furst)

Seperti kebanyakan buku favorit Tom Hanks, buku bergenre drama-sejarah ini berlatar Perang Dunia II. Berkisah tentang peristiwa yang terjadi di sebuah kota pelabuhan bernama Salonika (Yunani) pada tahun 1940, sebelum Adolf Hitler menginvasi kawasan Balkan dan menyulut peperangan di hampir seluruh Eropa.

Supreme City (Donald L. Miller)

Buku yang satu ini mengulik kehidupan para pengusaha dan tokoh terkemuka di Manhattan pada tahun 1920 dan menunjukkan bagaimana mereka semua turut andil dalam menjadikan Manhattan sebagai pusat Jazz di New York.

 The Future is History: How Totalitarianism Reclaimed Russia (Masha Gessen)

Sekilas novel ini tampak sekadar memaparkan tentang bagaimana Rusia, yang sempat memiliki visi demokratis, menjadi sebuah negara totaliter yang menghancurkan impian dan aspirasi kaum muda saat itu. Yang membuat novel ini istimewa bukanlah unsur sejarahnya, tapi unsur narasinya yang diambil dari sudut pandang empat pemuda dengan sederet harapan dan ambisinya masing-masing. Keempatnya pun melihat impian mereka hancur karena rangkaian peristiwa yang memicu terbentuknya sistem pemerintahan totaliter di Rusia.

Baca Juga: 5 Aktor Terkenal yang Juga Penulis Buku

Adakah di antara buku ini yang pernah atau tertarik kamu baca? [Rfd/sumber:Goalcast]

The post 9 Buku Rekomendasi Tom Hanks appeared first on Noura Books.


Petualangan Aru Shah: Keseruan Percy Jackson & Persahabatan Sailor Moon

$
0
0

Roshani Chokshi pertama dikenal di kalangan remaja pada tahun 2016 melalui A Star-Touched Queen, sebuah novel debut yang langsung masuk dalam daftar New York Times Bestseller. Setelah melanjutkan kesuksesannya lewat A Crown of Wishes, Rosh mulai mencoba tantangan baru: menulis novel anak.

Novel anak pertamanya, Aru Shah and the End of Time, berkisah tentang petualangan mengerikan yang harus ditempuh oleh seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang tanpa sadar telah membebaskan sesosok iblis kuno. Menariknya, cerita ini terpilih untuk terbit sebagai publikasi perdana dari lini Rick Riordan Presents! Ngobrol lebih banyak dengan Roshani, yuk.

Bocoran dong tentang Aru Shah dan bagaimana bisa terpilih oleh Rick Riordan Presents?

Kisah Aru bisa dibilang seperti percampuran antara petualangan Percy Jackson dan Sailor Moon! Aku ingin menulis kisah yang tidak hanya bercerita tentang tokoh-tokoh perempuan yang kuat, tapi juga lebih berfokus pada persahabatan di antara mereka. Karena telah bertahun-tahun menyimpan kisah Aru di kepalaku, aku langsung tidak sabar untuk menuliskannya sejak pertama dengar tentang Rick Riordan Present’ di Dragon Con 2016.

Baca Juga: Mengenal Roshani Chokshi: Penulis Pertama Rick Riordan Presents

Foto: syfy.com

Apakah menulis novel anak merupakan sebuah tantangan besar?

Untungnya sih, tidak sesulit itu. Seperti kembali ke masa SMP, aku tinggal menuruti keinginan untuk melahap cheetos pedas dan permen kenyal lalu fokus menulis dari pukul 8.30 pagi hingga pukul 3 sore. Seperti waktu sekolah, bukan? Perbedaan terbesar antara menulis novel YA (young adult) dan novel anak adalah saat proses membuat draft. Saat menulis YA, aku bisa langsung menuangkan isi pikiranku dalam bentuk tulisan lalu merevisinya begitu selesai. Sedangkan saat menulis novel anak, aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk berpikir sebelum menulis karena aku harus memposisikan diriku sebagai Aru terlebih dahulu.

Selain menulis novel YA bergenre fantasi, kamu juga mencantumkan Holly Black (The Spiderwick Chronicles), Catherynne Valente (The Orphan’s Tales), dan Laini Taylor (Daughter of Smoke & Bone) sebagai penulis favorit. Kenapa kamu sangat menyukai genre fantasi?

Aku suka fantasi karena genre ini memungkinkanku untuk mengeksplorasi berbagai pertanyaan yang fantastis. Genre ini bisa dibilang, memberi pengaruh terapeutik bagiku. Kalau kata Neil Gaiman, ‘fantasi’ tidak hadir untuk memberi tahu kita bahwa ada naga di dunia ini, tapi untuk meyakinkan kita bahwa naga bisa dibunuh. Di dunia ini, ‘naga’ bisa hadir dalam berbagai bentuk—perasaan kehilangan, duka, dan sakit hati. Kisah fantasi seolah mengingatkan kita untuk terus hidup di jalan yang benar.

Foto: kalarte.com

Siapa dewa/dewi Hindu favoritmu dan kenapa?

Manasa. Dewi ular ini memang tidak termasuk dalam jajaran dewa/dewi besar, tapi selalu menjadi favoritku karena dia selalu memperjuangkan orang-orang yang tetap memujanya meski dia hanya setengah dewi. Beberapa tahun lalu, sepupuku yang merupakan seorang kurator seni pernah mengirimkan foto sebuah patung kuno perwujudan dewi ini. Aku sangat menyukai foto itu karena keindahannya membuatku merasa damai. Entah bagaimana, seminggu kemudian, buku pertamaku pun terjual! Selain itu, karena kesukaan pada dewi ini (dan karena sisi Slytherin-ku), aku punya banyak perhiasan bertema ular. [Rfd/Sumber: Blue Willow Bookshop]

Baca Juga: Kata Rick Riordan tentang Aru Shah The End of Time

The post Petualangan Aru Shah: Keseruan Percy Jackson & Persahabatan Sailor Moon appeared first on Noura Books.

Hello Goodbye: Prosa & Puisi Sederhana yang Bernilai Maut

$
0
0

Sebelum saya menuliskan lebih lanjut resensi buku ini, saya ingin mengucapkan permintaan maaf saya kepada seseorang yaitu tentang sifat kepo maniak yang melebihi para stalker. Tidak. Saya tidak ingin melakukan hal buruk apapun kepada Anda. Yang saya inginkan hanya satu: mengucapkan permintaan maaf atas tindakan konyol yang pernah saya lakukan kepada Anda beberapa waktu lalu. Tindakan konyol itu sebenarnya ada hubungan dengan tulisan ini.

Baru-baru ini, saya membeli sebuah buku berjudul Hello Goodbye, yang ditulis oleh seorang komikus, desainer grafis, dan selebgram (sekaligus selebtwit) terkenal: Ditta Amelia Saraswati a.k.a. Helloditta. Buku ini merupakan rilisan ulang dari buku berjudul sama (Ditta Amelia Saraswati, 2017). Sebelumnya, buku ini dicetak secara self publish.

Foto: Ditta

Pada buku ini, Ditta menuliskan beberapa puisi dan prosa dengan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia (Anda tahu kan, target market yang ingin dituju ?). Salah satu hal yang merupakan faktor resonansi (kesamaan frekuensi) saya dengan sang penulis adalah kesukaannya akan The Smiths. Ada satu prosa yang terinspirasi lagu The Smiths yaitu “There is a light That Never Goes Out”. Di dalam lagu “There is a Light that Never Goes Out”, Morrissey (vokalis sekaligus penulis lagu-lagu The Smiths) menulis, ada dua orang tokoh di mana salah satu tokoh minta diantarkan di dalam mobil untuk keluar dari permasalahan yang ada di rumah salah satu tokoh karena ia merasa tidak dianggap di sana.

Ditta berhasil menerjemahkan lagu tersebut menjadi prosa berbentuk deskripsi yang secara lugas mengena terhadap lirik lagu tersebut. Prosa tersebut berjudul Late Night. Pada prosa tersebut, ia menceritakan seorang perempuan muda yang minta jalan-jalan tengah malam (jaywalking) dengan mobil oleh teman cowoknya ke restoran cepat saji 24 jam. Ia meminta demikian karena tidak tahan dengan pertengkaran orangtuanya di rumah yang akan berujung ke perceraian. Yang kurang dari prosa ini adalah mengenai dimasukkannya unsur lirik “And If a Double Decker Bus, Crashes Into Us”. Entah kenapa. Mungkin karena setelah era Reformasi, bus tingkat sudah jarang ditemui di Indonesia atau Ditta tidak ingin memasukkan sesuatu yang tragis di dalam cerita ini.

Baca Juga: Ditta Amelia, Penulis Sekaligus Ilustrator Buku Hello Goodbye

Foto: Ditta

Mengenai unsur tragedi yang antiklimaks, Ditta juga menuliskannya dalam cerita berjudul Kereta Pagi. Dikisahkan seorang lelaki yang rutin menggunakan KRL (commuter line) sebagai sarana moda transportasi, sering bertemu dengan seorang cewek yang juga menggunakan moda rute serupa tetapi berbeda arah dan platform (tempat menunggu kereta berhenti). Fenomena ini disebut juga sebagai randomencounter. Setiap hari ia selalu melihat sang perempuan berdiri di platform seberang dengan harapan suatu hari bisa bertemu untuk menyapa dan saling mengenal satu sama lain. Sayang, suatu hari sang perempuan terlihat bertemu dengan seorang lelaki yang mungkin baru saja ia kenal. Lewat cerita tersebut, Ditta secara tidak langsung ingin memberi pesan tentang seize the moment. Pesan yang sederhana tapi dikemas dalam cerita yang cukup menegangkan.

Selain itu, Ditta menulis kisah sesuatu yang berakhir kontras. Ia menulis puisi yang bertema sama dengan judul “Paradoks” (sebenarnya, puisi ini tidak bernama, tapi puisi ini dicetak satu halaman di belakang bab yang diberi nama “paradoks”). Puisi ini unik karena Ditta menuliskan beberapa hal yang berlawanan satu sama lain. Antara baik dan buruk serta antara keindahan serta kejelekan. Ia mengawinkan kedua kata ini menjadi satu puisi yang berujung pada satu hal: keharmonisan.

Foto: @helloditta

Buku ini secara keseluruhan saya beri nilai 8,5 dari 10. Ditta pada akhirnya telah berhasil menerjemahkan beberapa cerita yang sederhana ini menjadi cerita yang sangat berkesan kepada para pembacanya.

Oh ya, saya sempat mendengarkan streaming wawancara dengan Ditta di Radio Trijaya FM Jakarta, beberapa waktu lalu. Dia sendiri mengakui bahwa beberapa bagian dari buku ini terinspirasi pengalaman pribadi dan pengalaman teman-teman dekatnya. Dari podcast tersebut, dia membocorkan sedikit sisi narsis yang ia miliki melalui jumlah cerita dan segmen yang ia bagi di dalam buku sebelumnya. Sisi narsis tersebut adalah tanggal ulang tahun dirinya. Jadi semacam easter egg tersendiri bagi pembaca yang menyadarinya. Jadi berpikir, apakah Ditta ini juga bisa seperti Taylor Swift versi Indonesia di mana kesamaannya adalah memiliki level narsis yang bisa menaklukkan beberapa lelaki dan pintar menuliskan sesuatu yang memiliki nilai maut? 😉

Sumber: https://radiopumpkins.blogspot.com/2018/12/review-buku-hello-goodbye-by-hello-ditta.html

Baca Juga: Seorang Gadis Kecil, Buku, dan Menulis: Kisah di Balik Hello Goodbye




The post Hello Goodbye: Prosa & Puisi Sederhana yang Bernilai Maut appeared first on Noura Books.

Curhatan Roshani Chokshi tentang Aru Shah and the End of Time

$
0
0

Aku tidak terlalu ahli dalam memposisikan diri sebagai tokoh utama. Dalam novel debutku, A Star-Touched Queen, tokoh yang paling mirip dengan diriku justru adalah seekor kuda iblis pemakan daging. Dalam novel keduaku, A Crown of Wishes, aku mencoba memasukkan sisi humor dan sering mengeluhku pada sesosok… mayat… yang… bisa… bicara. (Setelah membaca ulang paragraf ini, kuharap kedua fakta tadi tidak menunjukkan seperti apa diriku sebenarnya).

Ilustrasi: Hypable

Dengan Aru, semuanya berbeda. Menulis buku anak tidak mudah tapi juga tidak sulit, aku hanya perlu mengeluarkan sisi lain diriku. Dalam kasus ini, Aru mengharuskanku mengingat kembali peristiwa-peristiwa semasa duduk di bangku SMP—yang PENUH LIKA-LIKU. SMP adalah masa di mana aku pertama kali punya poni (ih!) sekaligus pertama kali pakai produk perontok bulu bermerk ‘Nair’ (dan membiarkannya terlalu lama, HALO BAHAN KIMIA PERONTOK KUMIS!), tapi juga masa di mana aku menertawakan semua itu. Pokoknya waktu itu aku sangat sering tertawa sampai rahangku pegal, malahan aku cukup yakin tulang rusukku keseleo tiap makan siang saking seringnya tertawa. Sepertinya di masa itu, kita tidak mampu menghindar dari apapun. Apapun yang kita takuti. Apapun yang kita sukai. Menulis kisah Aru mengharuskanku untuk mengeluarkan sisi diriku dari masa itu, yang penuh bersemangat tapi mudah merasa panik.

Namun tentu saja, aku tidak bisa seenaknya menuangkan semua perasaanku dari masa itu ke dalam tulisanku dan langsung menyebutnya sebuah ‘buku.’ Aku harus membangun sebuah dunia yang ada di sekeliling karakter ‘Aru’, dan hal itu tidak aku lakukan saat menulis kedua novel pertamaku. Aku mengawali proses penulisan kedua novel pertamaku dengan membangun setting dunianya, dan aku menyukai proses itu. Aku suka suasana yang muncul bersama kehadiran tokoh-tokoh dalam novel itu ketika mereka menemukan labirin yang sebelumnya telah aku ciptakan untuk mereka.

Baca Juga: Mengenal Roshani Chokshi: Penulis Pertama Rick Riordan Presents

Lain dengan Aru, aku sudah tahu siapa dia bahkan sebelum aku memutuskan plotnya. Hal ini baru untukku. Aku harus menulis dengan perspektif seperti ini: “Oke, jadi sekarang kamu mau apa dan mau ke mana?”. Dan ini adalah pertanyaan yang berbahaya untuk diajukan ke seorang anak SMP karena dia akan mengarahkanku pada masalah dan sederet musuh yang tidak hanya akan membuatmu lapar, tapi juga pada akhirnya mungkin akan menyeretmu ke neraka. Hal itulah yang Aru lakukan. Aku suka, rasanya sulit dan janggal tapi seru!

Foto: shelf-awareness.com

Kurasa pada suatu titik, semua bukuku mewujudkan keinginanku. Hmm, halo… bisa tolong jadikan aku seorang Ratu Dunia Bawah alias Persephone? (A Star-Touched Queen!) Ooooooh, aku juga ingin pergi menjalankan misi sambil bersenang-senang (A Crown of Wishes) dan… YA AMPUN, BISA NGGAK SIH AKU MENGULANG MASA SMP? (Aru Shah!)

Bagi Aru, masa SMP akan menjadi yang terburuk. Mau tidak mau, dia akan berusaha mencukur sedikit alisnya dan berakhir tidak punya alis sama sekali (seperti aku!). Meskipun begitu, dia juga akan punya teman-teman yang akan mendukungnya dan tumbuh besar bersamanya (seperti aku!).

Oh iya, dia juga punya senjata petir… dan berbagai kekuatan lainnya (yang sama sekali tidak sepertiku, tapi ya itulah gunanya mengarang cerita!) [Rfd/Sumber: booksmugglers]

Baca Juga: Petualangan Aru Shah: Keseruan Percy Jackson & Persahabatan Sailor Moon

The post Curhatan Roshani Chokshi tentang Aru Shah and the End of Time appeared first on Noura Books.

Drew Goddard, Penulis Skenario Nominasi Oscar Akan Garap Film Nevermoor

$
0
0

The Trials of Morrigan Crow, buku pertama seri Nevermoor karya Jessica Townsend, dikabarkan akan segera diadaptasi ke layar lebar oleh 21th Century Fox. Sosok yang ditunjuk Fox untuk menulis naskah sekaligus memproduksi film adaptasi tersebut adalah Drew Goddard, yang mendapat nominasi Oscar atas naskahnya untuk film adaptasi The Martian.

Foto: avclub.com

Selain The Martian, Drew juga dikenal lewat Cloverfield dan The Cabin in the Woods. Sebelumnya, ia sudah beberapa kali terlibat dalam pembuatan beberapa serial televisi bergenre fantasi dan sains fiksi seperti Buffy the Vampire Slayer, Lost, dan Alias. Saat ini, Drew juga masih mengerjakan beberapa proyek lain dari Fox seperti Bad Times at the El Royale dan spin-off dari X-Men, X-Force.

Helen Thomas dari tim editor di Orion Children’s Books mengaku sangat senang dengan kabar ini. “Kabar tentang Drew ini sangat brilian. Nevermoor punya dunia fantastis yang kaya dengan imajinasi, seolah sangat menanti-nanti untuk diadaptasi ke layar lebar.”

Jessica Townsend saat ditemui kru Noura di Bologna Children’s Book Fair 2018

Jessica Townsend menambahkan, “Menurutku Nevermoor sudah berada di tangan yang tepat. Drew sangatlah berbakat dan tampaknya selalu menuangkan seluruh jiwa dan sisi humanitasnya dalam setiap naskah yang ia tulis. Setelah mengobrol dengannya, aku tahu dia menyayangi Nevermoor dan setiap karakter di dalamnya. Aku sangat senang karena dialah yang menggarap proyek ini.”

Baca Juga: Jessica Townsend, 10 Tahun Menulis Nevermoor!

Hingga saat ini memang belum ada tanggal rilis untuk film adaptasi Nevermoor, tapi konon Jessica Townsend sudah menandatangani deal untuk tiga buku sekaligus, jadi sepertinya film ini dipersiapkan untuk menjadi sebuah franchise. Jika film adaptasi buku pertama (The Trials of Morrigan Crow) sukses, bukan mustahil franchise ini akan menyerap keuntungan sebesar The Hunger Games atau Twilight!

Nevermoor: The Trials of Morrigan Crow menceritakan tentang Morrigan Crow, anak perempuan berusia 10 tahun yang lahir pada hari Eventide—hari tersial bagi anak mana pun untuk dilahirkan. Karena lahir pada hari yang sial, Morrigan sering kali disalahkan atas berbagai kesialan yang terjadi di sekitarnya. Yang lebih buruk lagi, Morrigan mendapat sebuah kutukan dan dijadwalkan untuk mati tepat pada tengah malam saat ia mencapai usia yang kesebelas.

Menjelang hari kematiannya, seorang pria misterius bernama Jupiter North muncul dan membawa Morrigan ke Nevermoor, sebuah kota magis yang tersembunyi. Di sanalah Morrigan akhirnya tahu bahwa Jupiter telah memilihnya untuk bergabung dalam organisasi paling prestigius di Nevermoor, yaitu The Wundrous Society. Namun untuk dapat bergabung secara resmi, Morrigan harus berkompetisi melawan ratusan anak lainnya dalam sebuah ujian yang sulit dan penuh bahaya. Masalahnya bukan hanya soal keanggotaan The Wundrous Society, Morrigan juga harus lolos dalam ujian tersebut untuk dapat terus tinggal di Nevermoor. Jika gagal dalam ujian, Morrigan terpaksa harus pulang ke rumah dan menghadapi takdir kematiannya. [Rfd/Sumber: bookseller & screenrant]

Baca Juga: Curiosity House, Kolaborasi Ciamik Ayah-Anak Menulis Buku

The post Drew Goddard, Penulis Skenario Nominasi Oscar Akan Garap Film Nevermoor appeared first on Noura Books.

Stop, Passion Bukan Segalanya!

$
0
0

Belakangan ini, istilah ‘passion’ menjadi senjata yang kerap digunakan oleh anak-anak muda yang mulai memasuki dunia kerja. Pada awalnya, mengejar passion untuk mendapatkan pekerjaan impian memang terdengar menarik. Namun, apakah pekerjaan impian dapat menjamin kebahagiaan? Selain itu kalau seseorang memiliki beragam passion, bagaimana dia bisa menentukan passion mana yang harus dikejar? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini seolah tidak ada habisnya, terutama di benak orang-orang yang sedang meragukan masa depan kariernya.

Passion Itu Penting, Tapi Bukan Segalanya!

Passion memang memberikan faktor kesenangan dalam menjalankan karier, tapi tetap harus digabungkan dengan elemen-elemen lainnya. Mengikuti passion secara membabi buta tidak akan membawa kita pada karier yang cemerlang. Yang terpenting dalam passion bukanlah bentuk aktivitasnya, tapi esensi dasar yang memberikan sensasi bahagia. Misalnya, tiga orang yang hobi mendaki gunung bisa jadi memiliki esensi passion yang berbeda. Yang satu mendapatkan kebahagiaan dari gerak fisik saat mendaki (movement), yang satu lagi mendapatkan kebahagiaan lewat interaksi dengan pendaki lain (connection), sedangkan yang lainnya justru merasa bahagia karena faktor tantangan saat mendaki (challenge).

Passion VS Talenta

Konon, passion yang kuat dapat mengalahkan sebuah talenta. Namun di era yang kompetitif ini, kita tidak bisa memandang passion dan talenta sebagai dua hal yang terpisah. Seperti yang kita tahu, talenta adalah modal natural yang kita dapat secara alamiah. Namun talenta dapat ‘terlupakan’, terutama jika kita terlalu sibuk dengan berbagai bidang akademis di bangku sekolah. Dengan kata lain, talenta hanyalah modal awal—aset, bukan hasil akhir. Agar tidak terlupakan, talenta perlu dilatih dan diasah secara terus-menerus. Pada tahap inilah passion dibutuhkan untuk menjadi ‘bahan bakar’ bagi seseorang yang bertekad mengembangkan talentanya.

Dalam kaitannya dengan karier, talenta memiliki peran tersendiri. Orang-orang yang menjalani profesi yang sama bisa jadi memiliki talenta yang berbeda. Misalnya, sebagian penulis memiliki talenta dalam imajinasi, sementara penulis lain memiliki talenta dalam berpikir logis. Keduanya tidak bisa dibanding-bandingkan, tapi justru memberi ciri khas pada hasil karya masing-masing. Selain itu, untuk menyempurnakan suatu karya, seorang penulis juga membutuhkan passion yang kuat.

Purposeful Career

Berhasil mengidentifikasi talenta diri dan menemukan passion dalam hidup memang dapat mengarahkan kita ke perjalanan karier yang tepat, namun belum tentu membahagiakan. Untuk dapat menjalani karier yang penuh makna (purposeful career), kita harus dapat mendefinisikan purpose—alasan mengapa terlahir di dunia dan peran apa yang dijalankan dalam hidup. Sebuah purpose merupakan irisan dari 3 (tiga) elemen utama, yaitu passion, talenta, dan yang tidak kalah penting: kontribusi. Kontribusi dihasilkan dari kepedulian dan rasa relevansi dalam memberi solusi. Berbagi dengan orang lain dan memberikan solusi untuk masalah di sekitar, akan membuat kita merasa memiliki cukup banyak berkat untuk diberikan. Perasaan cukup itulah yang kemudian akan mengantarkan kita pada hidup yang lebih bahagia.

Lantas, Bagaimana Cara Merancang Sebuah Karier yang Bermakna?

Inez Natalia, seorang fasilitator karier bagi ribuan profesional muda di lebih dari lima belas negara, memberikan berbagai tips dalam Turn Right: Perjalanan Menuju Karier Penuh Makna untuk memudahkan kita dalam mengeksplorasi, merancang, serta menemukan diri dan tujuan karier. Setelah merancang jalur karier yang sesuai dengan passion, talenta, dan kontribusi positif yang dimiliki, kita tentu akan merasa lebih siap menempuh perjalanan karier yang menyenangkan. [Rfd]

The post Stop, Passion Bukan Segalanya! appeared first on Noura Books.

Viewing all 500 articles
Browse latest View live